Aris Risyana
Sisi gelap seorang Operator...

Yahudi Dalam Wacana Sejarah

Labels:

Pendahuluan

http://luk.staff.ugm.ac.id/kmi/antar/etc/Yahudi.html

Yahudi, Kristen dan Islam biasa disebut agama-agama
Ibrahimi (abrahamic religions), karena pokok-pokok ajarannya
bernenek moyang kepada ajaran nabi Ibrahim (sekitar abad 18
SM), yaitu agama yang menekankan keselamatan melalui iman,
menekankan keterkaitan atau konsekuensi langsung antara iman
dan perbuatan nyata manusia.



Menurut agama-agama samawi itu, Tuhan tidak dipahami
sebagai yang berfokus pada benda-benda (totemisme), atau
upacara-upacara (sakramentalisme) seperti pada beberapa
agama lain, tetapi sebagai yang mengatasi alam dan sekaligus
menuntut manusia untuk menjalani hidupnya mengikuti jalan
tertentu yang ukurannya ialah kebaikan seluruh anggota
masyarakat manusia sendiri. Dengan kata lain, selain
bersifat serba transendental dan maha tinggi, Tuhan juga
bersifat etikal, dalam arti bahwa Ia menghendaki manusia
untuk bertingkal laku yang etis dan bermoral.



Karena menekankan amal perbuatan yang baik dan benar itu
, para ahli kajian ilmiah tentang agama-agama menyatakan
Islam dan Yahudi yang juga sering disebut agama semitik
(semitic religion) ini, tergolong agama etika (ethical
religion), yakni agama yang mengajarkan bahwa keselamatan
manusia tergantung pada perbuatan baik dan amal salehnya.



Ini berbeda dari agama Kristen yang juga termasuk agama
semitik, disebabkan teologinya berdasarkan doktrin kejatuhan
(fall) manusia (Adam) dari surga yang menyebabkan
kesengsaraan abadi hidupnya, mengajarkan bahwa manusia perlu
penebusan oleh kemurahan (Grace) Tuhan dengan mengorbankan
putra tunggalnya, Isa al-Masih untuk disalib menjadi "Sang
Penebus".




Maka kajian ilmiah menggolongkan agama Kristen sebagai
agama sakramental (sacramen relegion) yaitu agama yang
mengajarkan bahwa keselamatan itu diperoleh melalui sang
penebus dosa, dan penyatuan diri kepadanya dengan memakan
roti dan minum anggur yang telah ditransubstansiasikan
menjadi daging dan darah Isa al-Masih dalam upacara Sakramen
Ekaritsi.



Menurut Artur Hyman semua agama yang bersumber pada kitab
suci wahyu mempunyai masalah yang sama menyangkut doktrin
tentang penciptaan alam, tapi agama-agama itu berbeda sampai
batas bahwa yang lain mengalami persoalan pemikiran atau
filsafat.



Umat Yahudi mempunyai masalah mengenai persoalan tertentu
seperti Israel sebagai bangsa pilihan dan keabadian hukum.
Umat Islam menghadapi persoalan apakah al-Quran sebagai
firman Allah itu diciptakan atau abadi.



Umat Kristen sendiri menghadapi berbagai deretan
persoalan yang serupa, kelak yang dikatagorikan sebagai
"misteri" antara lain doktrin Trinitas Suci (Holy Trinity)
dan Sakramen Ekaritsi yang merupakan sesuatu yang tipikal.



Doktrin Trinitas mengatakan bahwa Tuhan adalah Esa dengan
tiga pribadi Bapak, Anak dan Roh Suci, Tuhan adalah satu
sekaligus tiga. Sakramen Ekaritsi mengisyaratkan perubahan
roti dan anggur ekaritsi menjadi daging dan darah Kristus,
proses yang dikenal dengan transubstansiasi. Jadi dapat
dikatakan bahwa agama Kristen dalam sisi tertentu mengalami
tantangan yang lebih sulit diatasi daripada agama Islam atau
Yahudi.



Lebih lanjut, karena alasan-alasan teologis dan historis
atau doktrin etika dan politik, Kristen berbeda dari agama
Yahudi dan Islam. Salah satu perbedaannya adalah konsep
tentang manusia, manusia mengalami kejatuhan dari surga,
sebab itu perlu kemurahan Tuhan untuk penyelamatan. Meski
para pemikir Kristen mengagumi hasil-hasil temporal
doktrin-doktrin etika dan politik, mereka menganggap bahwa
doktrin dan hasil itu masih belum cukup untuk keselamatan
manusia.




Sebaliknya, sejumlah pemikir Muslim dan Yahudi, khususnya
mereka yang berkecenderungan Aristotelian, menggambarkan
hidup yang baik berdasarkan pengembangan nilai-nilai utama
moral dan intelektual, lalu mengidentifikasi hidup sesudah
mati dengan wujud bukan jasmani dan intelek.



Kitab suci diperlukan dan dipahami dalam berbagai cara
guna menetapkan aturan tertentu bagi kehidupan intelektual,
membuat hukum yang bersifat umum menjadi spesifik,
menjadikan pendapat yang benar bisa digapai semua orang,
atau memberi ajaran tertentu secara mendalam yang tidak bisa
didapat dengan cara lain. Bagi kaum Yahudi dan Muslim,
ajaran filsafat, moral dan politik berada tidak terlalu jauh
dari yang ada dalam agama.



Persoalan teologis yang dialami agama Kristen, terutama
yang menyangkut doktrin Trinitasnya membuat watak
monotheismenya sudah tidak murni lagi. Malahan bapak
sosiologi modern, Max Weber, membenarkan tesis itu dengan
mengatakan bahwa hanya agama Yahudi dan Islam yang secara
tegas bersifat monotheistis, meski pada yang kedua (Islam)
terjadi beberapa penyimpangan dengan adanya kultus kepada
orang yang dipandang suci (wali) yang muncul kemudian.



Trinitarianisme Kristen tampak memiliki kecenderungan
monotheistis hanya bila dikontraskan dengan bentuk-bentuk
tri theistis (paham) tiga Tuhan, Hinduisme, Budisme dan
Taoisme. Tentunya tidak berlebihan jika Weber mencatat
praktek-praktek yang menyimpang dari monotheisme Islam yang
murni dan radikal itu, yaitu berupa pemujaan kepada para
wali dan kuburannya hampir di seluruh dunia Islam.



Kenyataan ini merupakan sesuatu yang ironis, mengingat
nabi Muhammad telah memperingatkan untuk tidak mengagungkan
keturunan apapun dan siapapun. Tesis Weber ini kiranya perlu
dijadikan bahan instrospeksi diri dan renungan kaum Muslimin
sendiri.



Tentang determinisme sejarah orang Yahudi menjadi ras
suatu dunia yang hebat, atau masyarakat pilihan (a
distinctive community), ini tidak bisa dipisahkan dari
partisipasi mereka dalam peradaban Islam masa lalu yang
begitu jauh dan dalam.




Kosa kata keimanan Islam masuk kedalam buku-buku Yahudi,
al-Quran menjadi dalil mereka. Kebiasaan orang-orang Arab
mengutip syair dalam banyak karyanya ditiru oleh orang-orang
Yahudi.



Tulisan-tulisan mereka penuh dengan kalimat-kalimat yang
berasal dari para ilmuwan, filosof dan ahli kalam
Arab/Islam. Sastra Arab yang asli atau yang impor menjadi
latar belakang umum apa saja yang ditulis orang-orang
Yahudi.



Semua itu berlangsung begitu lama, tidak ada rasa
permusuhan terhadap ilmu asing, tanpa rasa curiga kepada
dampak yang negatif atau berbahaya, sebagaimana yang telah
diingatkan oleh sumber-sumber kitab Talmud kepada meraka
untuk mempelajarinya. Karena itu sampai ada sebutan Yahudi
Islam, orang-orang Yahudi yang sudah sedemikian rupa
terpengaruh oleh ajaran Islam mereka itu sebenarnya adalah
"orang-orang Yahudi jenis baru" (a new type of Jews).



Dengan pengalaman kaum Yahudi yang begitu indah dalam
pangakuan Islam itu, banyak dari mereka yang sadar bahwa
berdirinya negara Israel merupakan suatu malapetaka atau
anakronistik. Malahan bisa dipandang sebagai hal yang tidak
relevan, baik secara historis, berkaitan dengan pengalaman
indah umat Yahudi pada masa Islam klasik, atau secara
geografis, karena Palestina telah berabad-abad berada
ditangan orang-orang Arab, yang sebagian mereka itu termasuk
Yahudi yang sudah ter-Arabkan, berdirinya negara Israel
merupakan kedzaliman diatas kedzaliman, kedzaliman terhadap
sejarah mereka sendiri dalam kaitannya dengan peradaban
Islam, dan kedzaliman terhadap bangsa Arab yang telah
menjadi pelindung mereka berabad-abad lamanya.



Masalah etika dan politik sangat dijunjung tinggi dan
dihormati oleh agama Yahudi. Prinsip-prinsip etika itu
diformulasikan dalam kalimat-kalimat yang indah dan menarik.
Diawali dengan kata negasi (jangan) dan imprasi (kerjakan).



Dikenal dengan sepuluh perintah Tuhan, Ten Commandements
atau "al-Wasaya al-'Ashar" (sepuluh wasiat), yang isinya:





  1. Akulah Tuhanmu, yang membawa kamu keluar dari tanah
    Mesir, dari tempat perbudakan. Jangan ada padamu Allah
    lain dihadapanKu.

  2. Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun
    yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di
    bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan
    sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab
    Aku Tuhanmu, Tuhan yang pemerhati, yang membalaskan
    kesalahan bapak kepada anak-anaknya, kepada keturunan
    yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci
    Aku, tapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu
    orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku, dan yang
    berpegang pada perintah-perintahKu.

  3. Jangan menyebut nama Tuhanmu dengan sembarangan,
    sebab Tuhan akan memandang bersalah orang yang menyebut
    namaNya secara sembarangan.

  4. Ingat dan sucikanlah hari Sabat; enam hari lamanya
    kamu bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, tapi hari
    ketujuh adalah hari Sabat Tuhanmu, Allahmu; maka jangan
    melakukan sesuatu pekerjaan, kamu atau anakmu laki-laki,
    anakmu perempuan, hambamu laki-laki, hambamu perempuan,
    lawanmu, atau orang-orang asing yang ada di tempat
    kediamanmu.

  5. Hormatilah bapak dan ibumu agar umurmu lanjut di
    tanah yang diberikan Tuhan Allah kepadamu.

  6. Jangan membunuh.

  7. Jangan berzina.

  8. Jangan mencuri.

  9. Jangan bersaksi dusta terhadap sesamamu.

  10. Jangan menginginkan rumah sesamamu, istrinya,
    hambanya laki-laki, hambanya perempuan, lembunya,
    keledainya atau apapun yang menjadi miliknya.


Selain itu masih ada sejumlah kepercayaan mendasar yang
ditulis oleh para pemikir dan pemuka agama Yahudi, antara
lain Musa bin Maimun atau Maimonides pada akhir abad ke-12.
Tulisan ini merupakan keterangan tambahan terhadap
komentarnya tentang Mishna karya Sanhedrin, yang kemudian
dikenal dengan Credo, terdiri atas 13 keyakinan, yaitu:





  1. Percaya kepada Tuhan

  2. Tuhan Yang Esa

  3. Tuhan Yang Maha Kuasa

  4. Tuhan Yang Maha Kekal

  5. Semua ibadah untuk Tuhan

  6. Percaya kepada Rasul Tuhan

  7. Percaya terhadap Musa sebagai Rasul Tuhan

  8. Dan Kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa di
    Sinai

  9. Kitab itu kekal

  10. Tuhan Maha Tahu

  11. Percaya tentang pahala dan dosa, baik di dunia dan
    akhirat

  12. Percaya akan datangnya Massiah, juru selamat

  13. Percaya adanya kehidupan sesudah mati.



A. Apa dan Siapa Yahudi Itu?



Judaism (agama Yahudi) adalah agama yang dianut oleh
sekelompok kecil masyarakat, yaitu masyarakat Yahudi.



Berjumlah kurang lebih 16 juta jiwa pada puncak
pertumbuhannya sebelum Perang Dunia ke II. Sekarang
berkurang sekitar sepuluh atau sebelas juta jiwa, akibat
kekejaman kelompok-kelompok yang berusaha menghancurkan
akar, cabang, etnis dan agama ini.



Menurut catatan Psalm yang ditulis oleh David, dan
Epigram, yang disusun oleh Sulaiman, jumlah mereka kurang
dari satu juta jiwa pada hari nasionalnya, dan tidak lebih
dari 4-5 juta ketika nasib politik mereka sebagi bangsa
tersumbat pada tahun 70-an, dan harus memasuki panggung
sejarah (Historic Career) sebagai masyarakat dunia yang
religious dengan tuntutan kitab sucinya, The Bible, akhir
abad pertengahan abad 13, ketika agama Yahudi mencapai
puncak perkembangannya dan memberikan sumbangan besar
terhadap peradaban Eropa, jumlah populasi mereka di Eropa
tidak lebih dari satu juta jiwa.



Berkurangnya populasi Yahudi ini disebabkan oleh
persoalan seputar apakah Yahudi itu ras atau bukan.
Sementara orang berpendapat bahwa Yahudi itu ras, mengingat
banyak tulisan yang membenarkan pendapat diatas.



Tapi kebenaran tesis ini membawa ironi bagi umat Yahudi
ketika Jerman dibawah rezim Nazi (Adolf Hitler) tahun 1930,
melakukan eksterminasi (pembantaian) terhadap orang-orang
Yahudi dengan alasan bahwa mereka itu ras yang hina (an
inferior race).




Menurut catatan Holocaust, sekitar enam juta orang
Yahudi, baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak mati
terbunuh di kamp Konsentrasi Jerman dan Polandia selama
perang dunia kedua. Dari sini terlihat jelas bahwa
orang-orang Yahudi kini bisa disebut sebagai ras, hanya
persoalannya ialah sulit untuk mengidentifikasikan mereka,
karena banyaknya ras Yahudi yang ada.



Mereka itu tersebar dimana-mana di banyak bagian belahan
dunia ini, dikenal dengan sebutan anak-anak Israel (The
Children of Israel), Yahudi. Dimana ada penduduk dunia baik
Timur, Barat, Utara maupun Selatan disana bisa ditemukan
orang Yahudi.



Di Abyssina misalnya, orang Yahudi berkulit hitam, persis
seperti penduduk aslinya. Ada sejumlah orang Yahudi di
Negara Cina, juga mirip dengan penduduk aslinya berkulit
kuning dan bermata sipit. Di Italia, orang Yahudi berkulit
kehitam-hitaman dan bermata hitam. Di Rusia Utara, Kanada,
Swedia dan Norwegia, orang Yahudinya bisa ditengarai dengan
rambut pirang, kulit putih dan mata biru. Sedang di Denmark,
Jerman dan Irlandia, golongan Yahudinya berambut merah dan
bermata biru. Di daerah yang beriklim panas, kaum Yahudinya
berbadan pendek dan berambut hitam. Sementara di
negara-negara yang beriklim dingin mereka umumnya bertubuh
tinggi dan berkulit putih.



Hebatnya, semua orang Yahudi yang bertempat tinggal di
negara-negara itu selalu menggunakan bahasa nasional negara
bersangkutan. Di Italia mereka berbahasa Itali, di Inggris
berbahasa Inggris, di Cina juga berbahasa Cina, dan
seterusnya.



Meskipun tidak saling mengenal antara satu dengan
lainnya, berbeda bentuk fisik dan tutur bahasanya, tapi
orang-orang Yahudi itu merasa akrab bila bertemu dan berada
di tengah-tengah saudara-saudara yang lain.



Keakraban ini disebabkan oleh banyak faktor, dan faktor
pertama dan utama yang merajut keakraban itu tak lain adalah
ikatan keagamaan mereka yang kuat. Ikatan atau hubungan itu
memang terasa unik dalam agama Yahudi.




Agama ini tidak bisa dipahami tanpa mengetahui kehidupan
orang Yahudi secara terus menerus. Dengan proses konversi
agama yang normal, agama ini dapat mengakomodasi dan
mengasimilasi setiap individu, bahkan semua bangsa, dan hal
ini sudah dilakukan. Tapi bila orang Yahudi musnah dan
lenyap dari dunia ini, agama ini juga musnah bersama mereka.
Sementara orang lain yang tidak punya hubungan kesejarahan
(historic connection) dengan masa lalu orang Yahudi pada
dasarnya bisa menjadi penerus tradisi ajaran Yahudi.



Namun pemahaman, upacara dan penghayatan, di mana
prinsip-prinsip Yahudi ada di dalamnya, dan menjadi bangunan
agama ini (a body of Judaism), tidak akan bermakna bagi
mereka yang nenek moyangnya tidak pergi ke luar tanah Mesir,
atau siapa saja yang tidak lahir dalam tradisi, yang
bapaknya pernah tinggal di kaki Sinai. Juga mereka dan anak
cucunya yang tidak selalu berada dalam kerajaan para pendeta
dan bangsa yang suci (a holy nation).



Karena itu ikatan yang tak terpisahkan antara orang
Yahudi dan agamanya merupakan bagian dasar agama ini. Ia
berbeda dari agama Kristen yang selalu berharap belas
kasihan dan kemurahan Tuhan.



Bagi para pemeluknya, agama Yahudi pada hakekatnya bukan
ditilasi air mata dan duka cita orang lain yang diberikan
secara cuma-cuma oleh belas kasih tangan Tuhan, atau didapat
melalui misteri keimanan, tapi harus dengan kesabaran dan
ketegaran atas berbagai persoalan yang mereka alami
berabad-abad lamanya, berupa pengalaman bangsa yang
bersejarah, yang disinari oleh ajaran para nabi dan
orang-orang bijak mereka.



Maka agama Yahudi bisa menampakkan jati dirinya dalam dua
dimensi, universal dan nasional. Sebagai sistem pemikiran
keagamaan (a system of religious thought), ia bersikap
universal, prinsip-prinsip etikanya merangkul seluruh umat
manusia.



Sebagai kultus keagamaan (a religious cult), ia bersifat
nasional ditengarai oleh ikatan kesejarahan dan warna
kedaerahan, disiplin agamanya hanya mengikat para pemeluknya
saja. Sebagai contoh ialah keberadaan organisasi sosial
elite seperti Rotary Club, Lion Club dan lainnya yang
berdiri di kota-kota besar di Indonesia, yang berorientasi
pada masalah kemanusiaan, pengobatan massal (operasi katarak
dan bibir sumbing), pembuatan patung polisi, MCK, pemberian
bingkisan lebaran, terkadang salat tarawih dan buka puasa
bersama.




Bila benar semua itu merupakan jaringan (network) Yahudi
internasional, maka hal itu harus dilihat dari kerangka
pikir "Sistem pemikiran keagamaan" Yahudi yang bersifat
universal yang dapat diartikulasikan oleh semua etnis dan
ras dunia.



Sebaliknya, jika orang Yahudi merayakan hari Sabat pergi
ke Sinagog atau kegiatan ibadah lainnya, hal ini harus
diletakkan dalam perspektif "kultus keagamaan" Yahudi yang
bersifat nasional itu, yang mengikat hanya para pemeluknya
saja.



Menanggapi persoalan di atas, Ahmad Syalaby mengatakan
karena belum merasa puas terhadap organisasi Masonisme,
orang-orang Yahudi lalu mendirikan organisasi lain yang
bertujuan menggalang solidaritas sosial kemanusiaan bernama
Rotary Club.



Klub-klub ini terdapat di hampir seluruh kota-kota besar
atau metropolitan dunia dan bergerak pada masalah-masalah
kemasyarakatan seperti Sarasehan, Seminar, Pelayanan
Kesehatan, Perbaikan Lingkungan, Upacara Keagamaan dan lain
sebagainya.



Juga berupaya mempererat ikatan persaudaraan sesama
anggotanya yang berasal dari berbagai negara dengan latar
belakang agama dan kepercayaan yang berbeda-beda. Dengan
demikian, orang-orang Yahudi bisa berinteraksi dengan mereka
atas dasar persaudaraan dan kasih sayang yang pada
gilirannya dapat merealisasikan keinginan dan cita-citanya
baik dalam lapangan ekonomi, industri, politik, media masa
maupun lainnya.



Karena kegiatan klub-klub atau organisasi ini bisa
menimbulkan bahaya, Vatikan melalui Majelis Tertinggi Tahta
Suci, pernah mengeluarkan satu dekrit pada tanggal 20
Desember 1950 yang isinya melarang para ahli dan pemuka
agama Kristen memasuki perkumpulan yang dikenal dengan nama
Rotary Club ini, dan mengikuti kegiatan-kegiatannya.




Mereka juga diminta untuk mematuhi dekrit bulan 4 April
1964 nomor 684 yang berisi larangan melibatkan diri pada
perkumpulan "Masonisme" yang keberadaannya masih belum jelas
(rahasia) dan kegiatannya masih diragukan. Sekalipun
disimbolkan dengan jargon-jargonnya yang menarik seperti
kemerdekaan, persaudaraan dan persamaan, organisasi itu
menurut Paus tetap mengundang bahaya bagi umat Katholik



Mengenai masalah siapa itu Yahudi atau kapan seseorang
bisa dikatakan Yahudi, hal ini bisa dijelaskan dengan
memahami tradisi yang menjadi wacana dasar agama Yahudi.



Agama ini mengajarkan bahwa bila anak lahir dari ibu yang
Yahudi, maka ia disebut Yahudi, tanpa memandang siapa yang
mengasuh dan membesarkan anak itu. Sebagai contoh, anak yang
lahir dari bapak Yahudi dan ibu non Yahudi, ia tidak bisa
dikategorikan Yahudi, tapi yang bersangkutan bisa berbuat
atau melakukan sesuatu sebagai Yahudi, pergi ke Sinagog,
merayakan Sabat atau hari-hari keagamaan dan bergaul dengan
sesama teman-temannya yang Yahudi.



Di sisi lain, anak dari bapak non Yahudi dan ibu Yahudi,
tapi dibesarkan atau dididik sebagai Kristen, ia masih
disebut Yahudi menurut kacamata Yahudi, sekalipun asuhan itu
membuat ia buta sama sekali tentang agama Yahudi. Yang
jelas, dalam perspektif Yahudi, bukan asuhan, didikan atau
pengetahuan yang menentukan status anak menjadi Yahudi, tapi
agama Ibu (the religion of the mother).



Persoalan lain yang sering menjadi wacana intelektual
seputar Yahudi ialah masalah apakah Yahudi itu bisa
digolongkan sebagai masyarakat religius atau tidak.



Memang secara spintas dapat digambarkan bahwa Yahudi itu
adalah masyarakat agamis, tapi kenyataannya, banyak yang
menganggap mereka bukan termasuk golongan itu. Malahan
mereka mengatakan sebagai penentang agama dan lebih bangga
menyebut dirinya orang Yahudi saja.




Masalah lain, kita tidak bisa menyatakan bahwa Yahudi itu
merupakan "masyarakat bangsa", karena mayoritas umat Yahudi
dunia tidak mesti tinggal di negara Yahudi (Israel), tapi di
banyak negara dunia ini.



Barangkali istilah yang tepat untuk mereka ialah kelompok
etnis (ethnic group), dalam arti meliputi seluruh orang
Yahudi baik yang agamis, sekuler, nasional maupun zionis.
Mereka itu tidak harus berasal dari Israel, karena yang
hidup di sana ada yang Muslim dan ada juga yang Kristen.



Dari mereka ada yang tidak makan daging babi sebagaimana
orang Islam dan ada pula yang tidak mengetahui sama sekali
masalah agama. Satu hal yang tidak bisa dibantah bahwa agama
mereka mengakui Yahudi sebagai satu masyarakat, meski sudah
terjadi perubahan pada agama ini selama berabad-abad.



Yang jelas agama Yahudi saat ini berbeda dari agama
Yahudi era Bibel, hanya pada masa lalu saja bisa dijumpai
kelompok-kelompok religius yang pluralistik. Karena sekarang
terdapat banyak institusi pemikiran yang mampu mempertemukan
berbagai ide dan hal-hal yang praktis, banyak orang Yahudi
yang berbeda dari lainnya.



B. Asal Usul Yahudi



Untuk mengetahu asal usul Yahudi tidak bisa terlepas dari
keharusan untuk mengetahui tokoh Ibrahim yang dalam hal ini
dipandang sebagai nenek moyang tiga agama monotheistik dan
semitik, Yahudi, Kristen dan Islam.




Sebagaimana telah diketahui bahwa Ibrahim tampil dalam
pentas sejarah sekitar 3.700 tahun yang lalu. Ia berasal
dari Babylonia, anak seorang pemahat patung istana yang
bernama Azar "atau Terach dalam Kitab Madrash yang ditulis
para rabii pemula".



Sejak usia bocah Ibrahim sudah menampilkan cara berfikir
tajam dan kritis. Suatu saat ia melihat hal yang tidak
sesuai dengan akal sehatnya, ayahnya memahat batu dan
setelah selesai menjadi patung sang ayah lalu menyembahnya.



Ibrahim memberontak yang berakibat ia harus dihukum
bakar, tapi berhasil diselamatkan oleh Tuhan Yang Maha
Kuasa. Ia kemudian lari atau hijrah ke arah Barat, tepatnya
ke daerah Kanaan, yaitu Palestina selatan. Karena daerah ini
mengalami wabah paceklik, ia pergi ke Mesir bersama
istrinya, Sarah dan menetap di sana sementara waktu.



Keberadaan Ibrahim sangat mengesankan Firoun, raja Mesir,
ia menerima hadiah seorang wanita budak yang cantik yang
bernama Hajar. Lalu ia pulang kembali ke Kanaan; sebab
usianya bertambah lanjut, ia sangat mendambakan seorang
keturunan.



Ia-pun berdoa memohon kepada Tuhan agar diberi keturunan
untuk meneruskan misi kemanusiaan. Istrinya, Sarah berbaik
hati dan mengijinkan Ibrahim mengawini budak perempuan
mereka asal Mesir, Hajar. Dari Hajar ia dikaruniai seorang
putra yang bernama Ismael (Ismail), yang dalam bahasa Ibrani
berarti Tuhan telah mendengar, yakni telah mendengar doa
Ibrahim yang memohon keturunan.



Ibrahim sangat mencintai Ismail dan ibunya, Hajar,
sehingga menimbulkan perasaan tidak senang pada istri
pertamanya, Sarah. Maka Sarah meminta Ibrahim untuk membawa
Ismail dan ibunya keluar dari rumah tangga mereka. Ibrahim
diberi petunjuk Tuhan dengan bimbingan malaikat-Nya agar
membawa anak dan istrinya ke arah selatan dari Kanaan,
sampai ke suatu lembah yang tandus dan gersang, tiada
tumbuhan, yaitu Makkah.




Setelah tiba di lembah tandus itu sesuai dengan petunjuk
Tuhan lagi, Ibrahim kembali ke Kanaan, tapi sekali waktu ia
menyempatkan diri menjenguk Ismail di Makkah sampai anaknya
itu mencapai usia dewasa. Sementara Ibrahim bersama Sarah
tinggal di Kanaan, dan terkadang pergi ke Makkah untuk
melaksanakan perintah Tuhan (Haji).



Dengan ijin dan kekuasaan Tuhan mereka dikaruniai seorang
putra, Ishaq, yang juga menjadi Nabi dan Rasul Allah untuk
mengemban tugas mengajari umat tentang faham tauhid, dan
mempertahankan ajaran itu sampai akhir jaman.



Malahan sebagai rahmat Allah kepada Ibrahim, dari
keturunan Ishaq banyak lahir para Nabi dan Rasul Allah.
Ishaq dianugerahi Tuhan seorang anak bernama Yaqub yang
digelari Israel, yang dalam bahasa Ibrani berarti "Hamba
Allah" jadi identik dengan arti Abd Allah dalam Bahasa Arab,
konon karena ia rajin beribadah menghambakan diri kepada
Allah.



Anak turun Nabi Yaqub atau Israel ini berkembang biak,
dan menjadi nenek moyang bangsa Yahudi, yang juga disebut
Bani Israel (anak turun Israel).



Anak-anak Yaqub berjumlah dua belas orang, sepuluh orang
dari istri pertama, dua orang lagi dari istri kedua, yaitu
Yusuf dan Benyamin. Sepuluh anak Yaqub itu ialah Rubin,
Simon, Lewi, Yahuda, Zebulon, Isakhar Dan, Gad, Asyar dan
Naftali.



Karena berbagai kelebihan Yusuf, Yaqub sangat menyintai
anaknya itu melebihi cintanya kepada anak-anaknya yang lain,
dan hal ini mengundang rasa tidak enak pasa saudara-saudara
tuanya dari istri pertama.




Lalu mereka bersekongkol untuk menyingkirkan Yusuf, tapi
berkat lindungan Tuhan Yusuf bisa selamat. Yusuflah yang
secara tidak langsung membawa Yaqub beserta seluruh
keluarganya pindah ke Mesir, yang menjadi pusat peradaban
dunia waktu itu.



Di Mesir inilah sebenarnya keturunan Yaqub atau Israel
itu berkembang biak melalui anak-anaknya yang dua belas.
Maka dari sinilah sebetulnya asal mula Bani Israel atau
Bangsa Yahudi itu terbagi menjadi dua belas suku. Tapi
Firoun yang dzalim itu merasa tidak senang terhadap
keturunan Yaqub. Apalagi sebagian dari keturunan Yaqub itu
menganut agama Taurat atau Monotheisme yang berlawanan
dengan agama Mesir yang Mushrik atau Politheistik.



Nabi Dawud sebagai raja kerajaan Judea Samaria digantikan
oleh anaknya, Nabi Sulaiman. Di bawah pimpinan Sulaiman
bangsa Yahudi, anak turun Israel atau Nabi Yaqub ini
mengalami jaman keemasan. Yerussalem dibangun dan pada
dataran di atas bukit Zion yang menjadi pusat kota itu,
didirikan pula tempat ibadah yang megah.



Orang Arab menyebutnya Haikal Sulaiman (Kuil Sulaiman,
Solomon Temple), yang juga disebut al-Masjid al-Aqsa,
"Masjid yang jauh dari Makkah". Sebagaimana kota Yerussalem,
tempat masjid itu di kenal orang Arab sebagai al-Quds atau
Bait al-Maqdis, Bait al-Muqoddas, yang semuanya berarti kota
atau tempat suci.



Sayang, anak turun Nabi Yaqub itu terkenal sombong dan
suka memberontak. Ini membangkitkan murka Tuhan yang pada
gilirannya mereka harus menerima azab-Nya. Al-Quran sendiri
menggambarkan betapa Bani Israel itu membuat kerusakan di
bumi, berlaku angkuh, chauvinis, merasa paling unggul dan
paling benar sendiri.



Peristiwa ini terjadi sekitar tujuh abad sebelum masehi,
ketika bangsa Babilonia dipimpin Nebukadnezar datang
menyerbu Yerussalen dan menghancurkan kota itu termasuk
masjid Aqsa-nya.




Berkat pertolongan dan kebesaran Tuhan, bangsa Bani
Israel bisa kembali lagi ke tanah Yerussalem. Tapi sekali
lagi mereka bersikat congkak dan membuat kerusakan di muka
bumi, maka Allah-pun menurunkan siksa-Nya untuk kedua kali
pada tahun tujuh puluh masehi, karena dosa mereka menolak
kerasulan Nabi Isa al-Masih dan menyiksa para pengikutnya.



Ini bisa dibuktikan ketika kaisar Titus dari Roma
meratakan Yerussalem dengan tanah, dan menghancurkan lagi
masjid Aqsa yang mereka bangun. Dari bangunan itu tidak ada
yang tersisa kecuali Tembok Ratap (tempat orang-orang Yahudi
meratapi nasib mereka). Akibat dosa itu orang Yahudi
mengalami diaspora, mengembara di bumi terlunta-lunta sebab
tidak bertanah air, dan hidup miskin di Geto-geto. Bangunan
yang hancur itu dibangun kembali oleh umat Islam dan
diwarisinya sampai sekarang.



Yerussalem jatuh ke tangan Arab Muslim pada jaman Umar
bin Khattab. Ketika datang ke sana untuk menerima penyerahan
kota itu, ia merasa kecewa sekali melihat tempat masjid Aqsa
telah dijadikan pembuangan sampah oleh umat Nasrani yang
ingin melecehkan agama Yahudi.



Umar beserta tentara Islam membersihkan tempat itu,
menjadikan tempat salat dan mendirikan masjid sederhana.
Masjid Umar itu diperbaharui menjadi bangunan megah oleh
khalifah Abd al-Malik bin Marwan dari Bani Umayyah.



Kisah perjalanan Nabi Ibrahim dan anak cucunya ini
dikedepankan dengan maksud untuk menyadarkan kita semua
betapa tokoh yang disebut sebagai imam umat manusia ini
mempunyai kaitan erat dengan agama Islam.



Dari Isa itu tampak bahwa antara Makkah dan Yerussalem
ada hubungan yang sangat erat terutama hubungan antara agama
Yahudi, Kristen dan Islam.




Menurut Nabi Muhammad, ada tiga kota suci yang dianjurkan
kepada kaum Muslimin untuk mengunjunginya yaitu Makkah
dengan masjid Haramnya, Madinah dengan masjid Nabawinya dan
Yerussalem dengan masjid Aqsanya.



Karena itu ketika Nabi melakukan shalat yang harus
menghadap Yerussalem sewaktu masih di Makkah, ia memilih
tempat di sebelah selatan Kabah agar bisa menghadap ke Kabah
sekaligus ke Sakhrah di Yerussalem.



Tetapi ketika pindah ke Madinah, ia tidak bisa melakukan
hal itu sebab Madinah terletak di sebelah utara Makkah. Maka
Nabipun mohon perkenan Tuhan untuk pindah kiblat dari
Yerussalem ke Makkah. Perpindahan ini mengisyaratkan makna
yang amat dalam bahwa Nabi mengajarkan dan mengajak manusia
kembali ke agama Nabi Ibrahim yang asli, yang disimbulkan
oleh Kabah sebagai peninggalannya yang terpenting.



Agama Nabi Ibrahim yang asli itu biasa disebut Agama
Hanafiyah, dan Ibrahim adalah seorang yang hanif, yang
artinya bersemangat kebenaran, dan Muslim yang berarti
bersemangat pasrah dan taat kepada Allah Tuhan Yang Maha
Esa.



Maka ketika Rasul Allah terlibat polemik dengan para
penganut Agama Yahudi yang muncul melalui kerasulan Musa
sekitar lima abad sesudah Nabi Ibrahim, dan penganut Agama
Nasrani yang muncul sekitar tiga belas abad setelah Nabi
yang sama, wahyu Tuhan kepada Muhammad menegaskan bahwa
Ibrahim bukanlah seorang Yahudi atau seorang Nasrani,
melainkan seorang yang hanif dan muslim.



Nabi dan para pengikutnya diperintahkan untuk mengikuti
agama Nabi Ibrahim yang hanif itu. Berkaitan dengan
kesinambungan agam Ibrahim yang hanif itu, Tuhan sudah
wanti-wanti kepada Nabi untuk menjaga keutuhan agama itu,
tidak terpecah belah didalamnya, yaitu agama yang telah
diwahyukan kepada Nabi Ibrahim, Musa dan Isa.

0 comments:

Post a Comment

Followers


Recent Posts

Recent Comments